THREE MILE ISLAND


  1. Pendahuluan

Three Mile Island (disingkat TMI) adalah tragedi kerusakan instalasi nuklir Three Mile Island Unit 2 (TMI-2) di Middletown Pennsylvania, Amerika Serikat, pada tanggal 28 Maret 1979. Potensi Bahaya dari kejadian ini adalah adanya radiasi nuklir yang dapat menyebabkan kematian akibat kanker, bagi dua juta penduduk yang bermukim 50 mill di sekitar lokasi instalasi nuklir. Lebih lanjut, bahkan radiasi nuklir ringan berpotensi menyebabkan mutasi genetik, kecacatan bagi bayi yang akan lahir, dan mewabahnya kanker jenis baru. Selain itu, tragedi ini juga mengakibatkan kepanikan massal, stress yang berbahaya bagi kesehatan, permasalahan evakuasi, serta terhentinya kegiatan pendidikan.

Di tengah simpang siur informasi media, perdebatan para cendekiawan dan tekanan dunia internasional, President’s Commission On The Accident At Three Mile Island dibentuk untuk https://www.viagrapascherfr.com/viagra-pas-cher-xbox/ melakukan investigasi dan memberikan penjelasan tentang tragedi TMI. Komisi independen ini memiliki dua belas anggota inti, yang dipercaya memiliki integritas  dan kredibilitas yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya. Para anggotanya adalah John G. Kemeny  (President, Dartmouth College/Chairman), Bruce Babbitt (Governor of Arizona), Patrick E. Haggerty (Honorary Chairman and General Director Texas Instruments Incorporated), Carolyn Lewis (Associate Professor, Graduate School of Journalism, Columbia University), Paul A. Marks (Vice President for Health Sciences and Frode Jensen Professor, Columbia University), Cora B. Marrett (Professor of Sociology and Afro-American Studies, University of Wisconsin-Madison), Lloyd McBride (President United Steelworkers of America), Harry C. McPherson (Partner, Verner, Liipfert, Bernhard, and McPherson), Russell W. Peterson, President National Audubon Society), Thomas H. Pigford (Professor and Chairman, Department of Nuclear Engineering, University of California at Berkeley), Theodore B. Taylor (Visiting Lecturer, Department of Mechanical and Aerospace Engineering Princeton University), dan Anne D. Trunk (Resident, Middletown, Pennsylvania). Komisi ini memiliki akses informasi seluas-luasnya, dukungan finansial sebesar-besarnya, dan bertugas berdasarkan mandat langsung dari President Jimmy Carter, yaitu Executiver Order 12130.

  1. Kronologi kejadian:

Tragedi TMI diawali kerusakan pompa air pada Sistem Penyedia Air yang bertugas menyuplai air ke Generator Uap ketika pukul 4:36 di pagi hari. Tidak adanya suplai air, maka uap tidak dapat dihasilkan, sehingga Turbin Uap dimatikan oleh Sistem Keamanan Pabrik, selanjutnya Generator listrik cadangan dinyalakan secara otomatis. Produksi uap air memiliki peranan yang penting dalam instalasi reaktor nuklir, selain sebagai penyedia bahan bakar pembangkit listrik, proses ini digunakan untuk menghilangkan panas pada reaktor nuklir.

Ketika aliran air berhenti, suhu pada Sistem Pendingin Reaktor (the reaktor coolant) meningkat. Suhu menjadi Air yang sangat panas. Tekanan air dalam tangki Pressurizer meningkat, dan terjadi kompresi uap di bagian atas tangki 100 psi lebih besar daripada tekanan seharusnya. Kemudian, katup bagian atas pressurizer, Pilot-Operated Relief Valve/ PORV dibuka untuk mengurangi tekanan, sehingga uap dan air mulai mengalir keluar melalui pipa pembuangan ke tangki Pressurized Relief Tank yang terletak di dalam gedung kontainmen.

Pada saat itu, operator tidak mengetahui bahwa tidak terdapat supplai air pendingin ke dalam reaktor, atau telah terjadi LOCA (Lack Of Coolant Accident), karena tidak terdapat instrument display yang dibuat untuk menunjukkan jumlah air pendingin di dalam reaktor. Operator salah mengira bahwa adanya display yang menunjukkan jumlah air pada tanki Pressurizer, dianggap sebagai jumlah air di dalam reaktor. Meskipun PORV terbuka, tekanan terus meningkat karena tidak ada suplai air pendingin ke dalam reaktor.

Delapan detik setelah pompa air rusak, Reaktor TMI-2 dimatikan , batang kendali dimasukkan ke dalam reaktor untuk menghentikan reaksi fisi nuklir. Meskipun reaksi fisi terhenti, zat-zat radioaktif tetap menghasilkan panas. Meskipun panas tersebut kecil, namun tetap saja panas tersebut harus dibuang untuk menjaga supaya tidak terjadi overheating pada inti reaktor. Pada saat itu, operator di ruang kontrol mengetahui bahwa pompa air cadangan sedang beroperasi dan pompa air utama rusak. Namun kenyataannya, operator tidak melihat lampu yang menunjukkan bahwa katup pada pada pompa air cadangan belum terbuka.

Selanjutnya pada 4:11 pagi, sebuah alarm berbunyi menunjukkan bahwa jumlah air pada tanki Pressurized Relief Tank yang terletak di dalam gedung kontainmen, terlalu banyak. Pada pukul 4:15, air dan gas yang mengandung zat radioaktif meluber, sehingga disadari bahwa terjadi kerusakan fatal dalam sistem.

Lima menit kemudian, pada pukul 4.20, alat pengukur neutron pada inti reaktor menunjukkan tingkat yang tinggi, buih uap muncul di reaktor inti reaktor yang mendorong air untuk dibuang melalui PORV menuju tanki Pressurized Relief Tank . Pada saat ini, suhu dan tekanan di dalam gedung kontainment meningkat secara drastic yang disebabkan oleh air buangan tersebut. Lalu, operator memutuskan untuk menyalakan fan dan alat pendingin gedung containment. Sampai saat itu, operator belum menyadari bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi LOCA (Lack Of Coolant Accident), yang mengindikasikan bahwa kurangnya pelatihan untuk mengantisipasi gejala yang sedang terjadi.

Singkat cerita, kurangnya pendingin yang memadai menyebabkan bahan bakar nuklir terlalu panas, menyebabkan kelongsong zirconium pecah dan pelet bahan bakar mencair. Separuh inti meleleh selama tahap awal, hal ini merupakan jenis yang paling berbahaya dari kecelakaan nuklir. Namun, mencairnya bahan bakar nuklir tersebut tidak dapat menembus dinding gedung penahanan di gedung kontainmen dan tidak melepaskan sejumlah besar radiasi ke lingkungan sekitar.

  1. Pembahasan

 Berdasarkan informasi dari laporan komisi tersebut, maka saya sepakat dengan paparan rekan-rekan bahwa memang benar bahwa tragedi TMI disebabkan oleh adanya malfungsi mekanis, kemudian berkembang menjadi kondisi tak terkendali oleh sebab pihak operator (petugas) yang terlibat tidak dapat memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk menghentikan kejadian tersebut.  Adapun faktor-faktor yang berkonstribusi menyebabkan tragedi tersebut adalah Saya sepakat juga bahwa panel-panel display dan alat control yang terdapat di ruang kendali sangat ruwet dan berpotensi membingungkan operator. Saya sepakat mengenai prosedur yang dibuat cukup membingungkan, apalagi ketika dilaksanakan pada saat operator dalam kondisi genting, stress dan lelah. Selain itu, faktor organisasi yang melibatkan operator, pemasok peralatan, dan NRC (komisi federal yang mengatur tenaga nuklir) yang kurang memperhatikan aspek keselamatan.

Namun yang perlu dipertanyakan adalah bagaimanakah sistem intalasi reaktor nuklir TMI dibangun, dioperasikan dan diatur? Pertanyaan ini berujung pada akar penyebab masalah tragedi Three Miles Island. Temuan menarik dari President’s Commission On The Accident At Three Mile Island adalah sebagai berikut:

“Popular discussions of nuclear power plants tend to concentrate on questions of equipment safety. Equipment can and should be improved to add further safety to nuclear power plants, and some of our recommendations deal with this subject. But as the evidence accumulated, it became clear that the fundamental problems are people-related problems and not equipment problems. Problems with the “system” that manufactures,operates, and regulates nuclear power plants ”

Komisi tersebut menemukan kesalahan yang mendasar dalam cara berpikir pada penyusunan regulasi. Kesalahan mendasar tersebut disebabkan karena mengekor pendekatan cara berpikir para ilmuwan dan insyinyur yang sangat memperhatikan kerusakan besar (worst case scenario), misalnya kehancuran pipa besar pengangkut air pendingin ke dalam reaktor. Sistem keamanan didesain hanya menitik beratkan pada kejadian kerusakan yang besar dengan dalih hal tersebut memerlukan penanganan yang sangat cepat, sehingga perlu antisipasi cepat dan terautomasi. Sedangkan kerusakan kecil tidak mendapat perhatian yang serius. Kerusakan kecil, yaitu macetnya pompa air (yang di back up oleh pompa air cadangan), berkembang secara perlahan-lahan menjadi kerusakan yang lebih serius, karena langkah antisipasi yang diambil kurang tepat. Selanjutnya, kombinasi kesalahan-kesalahan kecil tersebut mengakibatkan kehancuran sistem. Kesalahan pola pikir yang paling serius adalah perhatian yang terlalu besar para peralatan keamanan. Usaha besar yang dikeluarkan untuk memastikan bahwa terkait dengan keselamatan peralatan berfungsi dengan sebaik mungkin dan terdapat peralatan keselamatan cadangan yang terbaik, namun tidak memperhitungkan unsur manusia sebagai operator sistem keamanan tersebut.

  1. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah terjadinya bencana nuklir seperti pada kasus Three Miles Islandmaka perlu terdapat perubahan yang mendasar dalam organisasi, prosedur, dan praktik pengoperasian reaktor nuklir, serta yang paling penting adalah perubahan cara berpikir. Kesalahan pola berpikir yang hanya memperhatikan worst case scenario, dan menyepelekan antisipasi terhadap kerusakan minor.

Sumber

Kemeny, J G., Chairman. President’s Commission: The Need For Change: The Legacy Of TMI. (1979) pp 7 –16. http://www.threemileisland.org/downloads//188.pdf, diakses pada 01 Februari 2010.

Capece, T., Oetting, A., Sharma, R., Martin-Gill, C., dan Winters, S., http://www.chec.pitt.edu/documents/2515Docs/EOH2515_TMIpresentV3.pdf, diakses pada 31 Januari 2010


Leave a Reply